kalian layak bahagia

Kalian Layak Bahagia.


Bahagia adalah salah satu yang sangat diinginkan oleh setiap insan didunia, tidak hanya itu bahagia juga merupakan tujuan setiap individu yang ada di dunia yang dimana secara tidak langsung kebahagiaan yang merupakan bagian dari bahagia itu sendiri akan dapat mendatangkan ketenangan dalam kehidupan setiap manusia yang ada di dunia ini.

dalam surah Ar-rum ayat 21 Allah berfirman "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” 

ketentraman merupakan bagian salah satu dari bentuk kebahagiaan, setiap manusia telah Allah menciptkan ketenaman dalam diri mereka masing, ketentraman tersebut dapt diperoleh melalui orang terdekat seperti istri, suami, orang tua, anak, teman, ataupun mungkin dari orang yang bru kita kenal, sehingga seseorang akan merasaka bahaga ketika meresa tentram.

diayat lain Allah Subhana Wata'ala berfirman: QS. An-Nisaa' (An-Nisa') [4] : ayat 79
[4:79] Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. 

kebahagiaan sebenarnya merupakan bentuk kasih sayang Allah Subhana wata'ala, karena segala nikmat yang diperoleh di dunia ini tidak lain semuanya beresal dari Allah Subhana wata'ala, Allah mempunyai hak-hak prerogatif untuk memberikan kebahagiaan kepada seluruh ummatNya, kebahagian yang datang dari Allah ataupun kebahagiaan yang dirasakan oleh setiap manusia tidak lepas dari apa yang telah mereka lakukan ataupun amalan-amalan yag mereka lakukan di selama hidup dunia,
Dalam hadis riwayat Ibnu Hibban, Nabi Saw bersabda;

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيُّ.
“Ada empat perkara termasuk kebahagiaan; istri yang shalihah, tempat tinggal yang lapang, teman atau tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman.”

seperti yang telah di jelaskan pada pembukaan tulisan ini bahwa kebahagiaan berasal dari beberapa hal salah satunya adalah isrti yang shalihah, namun tidak hanya itu dalam hadist Rusalullah Sallalahu a'laihi wassalam bersabda bahwa kebahagiaan itu tidak hanya dengan mendapatkan istri shalihah tetapi juga mencakup tempat tinggal yang lapamg, teman atau tetangga yang baik dan kendaraan.

lantas apa-apa saja dimensi kebahagiaan itu..? 

1) kebahagian datang setelah penderitaan

banyak orang merasa mendapatkan sebuah kebhagiaan setelah mengalami beberapa cobaan ataupun penderitaan, dari hal ini manusia dituntut untuk bersabar, lantas muncul pertanyaan sejauh mana kah kesabaran itu, apakah sabar itu ada batasnya atukan sabar itu tidak mempunyai batasan, dalam al-qur'an banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang kesabaran, diantaranya adalah;

Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (Aali ‘Imraan:200)
   


 di ayat lain yang sangat familiar adalah "innallaha ma'ashobiriin" yang berarti sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar, nah apakah.
Salah seorang sahabat imam Ja’far al-Shadiq mengatakan kepada beliau, “Putra-putra pamanku mengusik ketenangan rumah tanggaku sehingga kami hanya diperkenankan hidup dalam satu ruangan. Apabila saya mengadukan tindakan mereka kepada hakim dan membalas perbuatan mereka, maka mereka mengancam akan merampas semua harta yang kumiliki,”
    Imam Ja’far al-Shadiq mengatakan, “Bersabarlah! kamu akan segera mengalami kebahagiaan setelah penderitaan,”
    Lelaki itu mengisahkan, “Saya pun mengurungkan niat membalas keburukan mereka. Tak lama setelah kejadian itu, tepatnya pada tahun 131 H, semua orang yang menyakiti saya meninggal dunia.”
    Selang beberapa masa, lelaki itu datang ke tempat imam Ja’far al-Shadiq. Beliau bertanya, “Bagaimana keadaan orang-orang yang mengusik ketenanganmu?”
    Lelaku itu mengatakan, “Semuanya telah meninggal dunia.”
    Imam Ja’far mengatakan, “Mereka meninggalkan dunia disebabkan mereka mengganggumu yang merupakan bagian dari keluarga mereka, dan akibat buruk tindakan mereka, yaitu memutuskan hubungan kekeluargaan denganmu. Apakah kamu ingin merekan hidup kembali dan mengusik ketenanganmu?”
    Lelaki itu mengatakan, “Tidak, demi Allah.”
dari kisah diatas kita bisa dapat memetik sebuah hikah  bahwasanya kebahagiaan akan datang setelah  mengalami beberapa ujian yang tentunya hal tersebut harulah di barengi denga sabar yang tentunya juga harus melibatkan Allah didalamnya dengan cara melaksakan perintahNya dan menjauhi laranganNya salah satunya dengan mendirikan shalat.

2) bahagia setelah mendapatkan apa yang kita inginkan.

hampir semua orang akan meresa bahagia ketika apa yang mereka ingin ataupun mereka cita-cita kan tercapai, ketika seseorang mendapatkan perkerjaan ataupun lulus dalam suatu ujian tertentu kebagahiaan yang seketika itupun muncul . hal ini sangat manusaiwi bagi seluruh umat manusia. karena sesuatu yang sangat diinginkan dan didambakan akan dapan menimbulkan suatu efek yang berbentuk suatu kepuasan. tidak hanaya itu saja akan tetapi ketika seorang yang sudah berumah tangga mendapatkan keturunan, seorang orang tua yang melihat anaknya sukses, ataupun seorang orang tua yang bahagia ketika mendapat atapun melihat anaknya mendapatkan prestasi.

dalam surah Al-kahfi ayat 46 Allah Allah Subhana wata'ala berfirman : Harta dana anak-anak adalah perhiasan dunia tetapi amalan-amalan kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan mu serta lebih baik menjadi harapan

dilanjukan dalam surah al-hadid ayat 20 Allah subhana wata'ala berfirman: ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah suatu permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kamu serta berbangga-bangga tentang banyak nya harta dana anak. 

 kebahagiaan ketika mendapatkan istri anak, atapun harta yang lain itumerupakn ujian yang diberikan Allah Sunhana wata;ala kepada ummatNya di muka bumimini, hal ini harus dipahami betul oleh ummat manusia yang dimana segala kebahagiaan yang didapatkan di dunia tidak lain hanyalah ujian yang diberikan oleh Allah subhana wata'ala kepada ummatNya untuk mengetahui siapa-siapa saja yang beriman dan bertaqwa kepadaNya, dan apakah setelah mendapatkan segala sesutu ataupun denagn harta tersebut akan medekatkan atau meningkatkan kualitas ibadahNya kepada Allah atau dengan kebahagiaan yang mereka dapatkan akan jauh atau bahkan semakin jauh dari Allah subhana wata'ala.

3) kebagiaan adalah kesederhanaan dan rasa syukur.

banyak orang yang beranggapan bahwa kebahagiaan adalah mempunyai banyak harta, fiisik yang baik, wajah yang rupawan, dan juga apa yang diinginkan semuanya tersedia, namun dibalik itu semua adalah rasa dan jiwa yang selalu bersyuku serta keederhannan adalah bentuk dari segala henis dismensi dari suatu kebahagiaan, bagaiman tidak jika dibandingkan dengan orang yang mempunyai hatra melimpah masih bnayak yang mersa kurang bahagia padahal Allah subhana wata'ala telah memberikannya segala apa yang dia imginkan tetapi masih tidak sedikit orang yang masih saja merasa kurang bahagia, dan sebalikya orang yang hidup sederhana banyak yang merasa bahagia padahal jika dibandingkan dengan ornag yang memliki harta kekayaan dan juga apa yang mereka inginkan ada tetapi apa yang menyebabkan meraka masih kurang bahagia, disinilah diperlukan adanya rasa syukur kepada Allah atas segala yang sudah ditetapkan olehNya, wujud kebahagiaan tidak sellalu di hitung dengan banyak materi yang didaptka akan tetpa tingkat kesyukuran dari apa yang sudah Allah berikan merupan wujud dari kebahagiaan yang sebenarnya.
dari cerita sahabat nabi, yang bernama abhu qilabah
Abu Ibrahim bercerita:
Suatu ketika, aku jalan-jalan di padang pasir dan tersesat tidak bisa pulang. Di sana kutemukan sebuah kemah lawas… kuperhatikan kemah tersebut, dan ternyata di dalamnya ada seorang tua yg duduk di atas tanah dengan sangat tenang…

Ternyata orang ini kedua tangannya buntung… matanya buta… dan sebatang kara tanpa sanak saudara. Kulihat bibirnya komat-kamit mengucapkan beberapa kalimat..
Aku mendekat untuk mendengar ucapannya, dan ternyata ia mengulang-ulang kalimat berikut:
الحَمْدُ لله الَّذِي فَضَّلَنِي عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً .. الحَمْدُ للهِ الَّذِي فَضَّلَنِي عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَق تَفْضِيْلاً ..
Segala puji bagi Allah yg melebihkanku di atas banyak manusia… Segala puji bagi Allah yg melebihkanku di atas banyak manusia…
Aku heran mendengar ucapannya, lalu kuperhatikan keadaannya lebih jauh… ternyata sebagian besar panca inderanya tak berfungsi… kedua tangannya buntung… matanya buta… dan ia tidak memiliki apa-apa bagi dirinya…
Kuperhatikan kondisinya sambil mencari adakah ia memiliki anak yg mengurusinya? atau isteri yang menemaninya? ternyata tak ada seorang pun…
Aku beranjak mendekatinya, dan ia merasakan kehadiranku… ia lalu bertanya: “Siapa? siapa?”
“Assalaamu’alaikum… aku seorang yang tersesat dan mendapatkan kemah ini” jawabku, “Tapi kamu sendiri siapa?” Tanyaku.
“Mengapa kau tinggal seorang diri di tempat ini? Di mana isterimu, anakmu, dan kerabatmu? Lanjutku.
“Aku seorang yang sakit… semua orang meninggalkanku, dan kebanyakan keluargaku telah meninggal…” Jawabnya.
“Namun kudengar kau mengulang-ulang perkataan: “Segala puji bagi Allah yg melebihkanku di atas banyak manusia…!! Demi Allah, apa kelebihan yang diberikan-Nya kepadamu, sedangkan engkau buta, faqir, buntung kedua tangannya, dan sebatang kara…?!?” Ucapku.
“Aku akan menceritakannya kepadamu… tapi aku punya satu permintaan kepadamu, maukah kamu mengabulkannya?” Tanyanya.
“Jawab dulu pertanyaanku, baru aku akan mengabulkan permintaanmu.” Kataku.
“Engkau telah melihat sendiri betapa banyak cobaan Allah atasku, akan tetapi segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia… bukankah Allah memberiku akal sehat, yang dengannya aku bisa memahami dan berfikir…?
“Betul.” jawabku. Lalu katanya, “Berapa banyak orang yang gila?”
“Banyak juga.” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia.” Jawabnya.
“Bukankah Allah memberiku pendengaran, yang dengannya aku bisa mendengar adzan, memahami ucapan, dan mengetahui apa yang terjadi di sekelilingku?” tanyanya.
“Iya benar.” Jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tersebut.” Jawabnya.
“Betapa banyak orang yang tuli tak mendengar…?” Katanya.
“Banyak juga…” Jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yg melebihkanku di atas orang banyak tersebut.” Katanya.
“Bukankah Allah memberiku lisan yg dengannya aku bisa berdzikir dan menjelaskan keinginanku?” Tanyanya.
“Iya benar” jawabku. “Lantas berapa banyak orang yg bisu tidak bisa bicara?” Tanyanya.
“Wah, banyak itu.” Jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yg melebihkanku di atas orang banyak tersebut.”  Jawabnya.
“Bukankah Allah telah menjadikanku seorang muslim yang menyembah-Nya… mengharap pahala dari-Nya… dan bersabar atas musibahku?” Tanyanya.
“Iya benar.” Jawabku. Lalu katanya, “Padahal berapa banyak orang yg menyembah berhala, salib, dan sebagainya dan mereka juga sakit? Mereka merugi di dunia dan akhirat…!!”
“Banyak sekali.” Jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tersebut.” Katanya.
Pak tua terus menyebut kenikmatan Allah atas dirinya satu-persatu… dan aku semakin takjub dengan kekuatan imannya. Ia begitu mantap keyakinannya dan begitu rela terhadap pemberian Allah…
Betapa banyak pesakitan selain beliau, yg musibahnya tidak sampai seperempat dari musibah beliau… mereka ada yg lumpuh, ada yg kehilangan penglihatan dan pendengaran, ada juga yg kehilangan organ tubuhnya… tapi bila dibandingkan dengan orang ini, maka mereka tergolong ‘sehat’. Pun demikian, mereka meronta-ronta, mengeluh, dan menangis sejadi-jadinya… mereka amat tidak sabar dan tipis keimanannya terhadap balasan Allah atas musibah yg menimpa mereka, padahal pahala tersebut demikian besar…
Aku pun menyelami fikiranku makin jauh… hingga akhirnya khayalanku terputus saat pak tua mengatakan:
“Hmmm, bolehkah kusebutkan permintaanku sekarang… maukah kamu mengabulkannya?”
“Iya.. apa permintaanmu?” Kataku.
Maka ia menundukkan kepalanya sejenak seraya menahan tangis.. ia berkata: “Tidak ada lagi yang tersisa dari keluargaku melainkan seorang bocah berumur 14 tahun… dia lah yang memberiku makan dan minum, serta mewudhukan aku dan mengurusi segala keperluanku… sejak tadi malam ia keluar mencari makanan untukku dan belum kembali hingga kini. Aku tak tahu apakah ia masih hidup dan diharapkan kepulangannya, ataukah telah tiada dan kulupakan saja… dan kamu tahu sendiri keadaanku yang tua renta dan buta, yang tidak bisa mencarinya…”
Maka kutanya ciri-ciri anak tersebut dan ia menyebutkannya, maka aku berjanji akan mencarikan bocah tersebut untuknya…
Aku pun meninggalkannya dan tak tahu bagaimana mencari bocah tersebut… aku tak tahu harus memulai dari arah mana…
Namun tatkala aku berjalan dan bertanya-tanya kepada orang sekitar tentang si bocah, nampaklah olehku dari kejauhan sebuah bukit kecil yang tak jauh letaknya dari kemah si pak tua.
Di atas bukit tersebut ada sekawanan burung gagak yg mengerumuni sesuatu… maka segeralah terbetik di benakku bahwa burung tersebut tidak lah berkerumun kecuali pada bangkai, atau sisa makanan.
Aku pun mendaki bukit tersebut dan mendatangi kawanan gagak tadi hingga mereka berhamburan terbang.
Tatkala kudatangi lokasi tersebut, ternyata si bocah telah tewas dengan badan terpotong-potong… rupanya seekor serigala telah menerkamnya dan memakan sebagian dari tubuhnya, lalu meninggalkan sisanya untuk burung-burung…
Aku lebih sedih memikirkan nasib pak tua dari pada nasib si bocah…
Aku pun turun dari bukit… dan melangkahkan kakiku dengan berat menahan kesedihan yang mendalam…
Haruskah kutinggalkan pak Tua menghadapi nasibnya sendirian… ataukah kudatangi dia dan kukabarkan nasib anaknya kepadanya?
Aku berjalan menujuk kemah pak Tua… aku bingung harus mengatakan apa dan mulai dari mana?
Lalu terlintaslah di benakku akan kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalaam… maka kutemui pak Tua itu dan ia masih dalam kondisi yang memprihatinkan seperti saat kutinggalkan. Kuucapkan salam kepadanya, dan pak Tua yang malang ini demikian rindu ingin melihat anaknya… ia mendahuluiku dengan bertanya: “Di mana si bocah?”
Namun kataku, “Jawablah terlebih dahulu… siapakah yang lebih dicintai Allah: engkau atau Ayyub ‘alaihissalaam?”
“Tentu Ayyub ‘alaihissalaam lebih dicintai Allah” jawabnya.
“Lantas siapakah di antara kalian yg lebih berat ujiannya?” tanyaku kembali.
“Tentu Ayyub…” jawabnya.
“Kalau begitu, berharaplah pahala dari Allah karena aku mendapati anakmu telah tewas di lereng gunung… ia diterkam oleh serigala dan dikoyak-koyak tubuhnya…” jawabku.
Maka pak Tua pun tersedak-sedak seraya berkata, “Laa ilaaha illallaaah…” dan aku berusaha meringankan musibahnya dan menyabarkannya… namun sedakannya semakin keras hingga aku mulai menalqinkan kalimat syahadat kepadanya… hingga akhirnya ia meninggal dunia.
Ia wafat di hadapanku, lalu kututupi jasadnya dengan selimut yg ada di bawahnya… lalu aku keluar untuk mencari orang yang membantuku mengurus jenazahnya…
Maka kudapati ada tiga orang yg mengendarai unta mereka… nampaknya mereka adalah para musafir, maka kupanggil mereka dan mereka datang menghampiriku…
Kukatakan, “Maukah kalian menerima pahala yang Allah giring kepada kalian? Di sini ada seorang muslim yang wafat dan dia tidak punya siapa-siapa yg mengurusinya… maukah kalian menolongku memandikan, mengafani dan menguburkannya?”
“Iya..” Jawab mereka.
Mereka pun masuk ke dalam kemah menghampiri mayat pak Tua untuk memindahkannya… namun ketika mereka menyingkap wajahnya, mereka saling berteriak, “Abu Qilabah… Abu Qilabah…!!”
Ternyata Abu Qilabah adalah salah seorang ulama mereka, akan tetapi waktu silih berganti dan ia dirundung berbagai musibah hingga menyendiri dari masyarakat dalam sebuah kemah lusuh…
Kami pun menunaikan kewajiban kami atasnya dan menguburkannya, kemudian aku kembali bersama mereka ke Madinah…
Malamnya aku bermimpi melihat Abu Qilabah dengan penampilan indah… ia mengenakan gamis putih dengan badan yang sempurna… ia berjalan-jalan di tanah yang hijau… maka aku bertanya kepadanya:
“Hai Abu Qilabah… apa yg menjadikanmu seperti yang kulihat ini?”
Maka jawabnya: “Allah telah memasukkanku ke dalam Jannah, dan dikatakan kepadaku di dalamnya:
( سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار )
Salam sejahtera atasmu sebagai balasan atas kesabaranmu… maka (inilah Surga) sebaik-baik tempat kembali
Kisah ini diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dalam kitabnya: “Ats Tsiqaat” dengan penyesuaian.











الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/3032-buah-hati-antara-perhiasan-dan-ujian-keimanan.html
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/3032-buah-hati-antara-perhiasan-dan-ujian-keimanan.html
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/3032-buah-hati-antara-perhiasan-dan-ujian-keimanan.html

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/3032-buah-hati-antara-perhiasan-dan-ujian-keimanan.html

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalah adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik menjadi harapan. [Al Kahfi:46].

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/3032-buah-hati-antara-perhiasan-dan-ujian-keimanan.html








Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalah adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik menjadi harapan. [Al Kahfi:46].


Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/3032-buah-hati-antara-perhiasan-dan-ujian-keimanan.html
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages